IMAJI.CO.ID – Banyaknya bencana alam yang terjadi di Sumatera Utara (Sumut) belakangan ini menjadi sorotan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumut. Kerusakan alam disebut menjadi salah satu faktor bencana demi bencana datang silih berganti.
Jaka Kelana selaku Maneger Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut menilai, bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi berhubungan erat dengan kondisi hutan yang berada di sekitar lokasi bencana.
“Walhi Sumut juga menyoroti peristiwa banjir bandang yang menerjang kawasan objek wisata Sembahe. Pada peristiwa ini, ditemukan banyaknya potongan kayu yang terbawa arus sungai. Hal ini menunjukkan indikasi kuat bahwasannya perusakan hutan yang terjadi di hulu adalah hal yang nyata,” ujar Jaka.
Pada peristiwa banjir yang terjadi di Tapanuli Selatan, Jaka juga mengatakan terdapat potongan kayu besar bercampur batu dan lumpur yang terbawa arus banjir. Kerusakan hutan di sekitar Kabupaten Dairi disebutnya harus mendapat atensi.
Berdasarkan pantauan Walhi Sumut melalui citra satelit di hutan sekitar lokasi tanah longsor, yakni terpantau bahwasannya ada hutan yang kehilangan tutupan pohon mulai dari tahun 2020 sampai dengan 2023. Hal ini memperkuat indikasi bahwa telah terjadi kerusakan hutan di wilayah Sibolangit,” lanjut Jaka.
Ia mengatakan bahwa kerusakan hutan di Sumatera Utara khususnya di sekitar titik bencana yang terjadi tersebut harus segera diusut dan mendapat tindakan konkret dari instansi penegak hukum dan instansi lain yang berwenang dalam pelestarian hutan sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
“Bahkan Pada Pasal 54 UU PPPH telah mengatur secara khusus tentang Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LPPPH) yang terdiri dari unsur Kementerian Kehutanan, unsur Kepolisian RI, unsur Kejaksaan RI, dan unsur lain yang terkait. Apabila LPPPH bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan, maka seharusnya kerusakan hutan di Sumatera Utara dapat dicegah atau paling tidak diminimalisir,” bebernya.
Namun, dengan melihat masifnya kerusakan hutan di Sumatera Utara termasuk hutan pada ekosistem Batang Toru, lanjutnya, menunjukkan bahwasannya kondisi LPPPH sedang tidak baik-baik saja.
“Oleh sebab itu, patut bagi Walhi Sumut menuntut komitmen Presiden RI dalam melindungi kelestrian hutan di Indonesia khususnya Sumatera Utara dengan melakukan monitoring dan evaluasi mendalam terhadap LPPPH dan mendesak LPPPH untuk bekerja dan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh sesuai yang diamanat UU PPPH,” pungkasnya.
Sebagai informasi, berbagai bencana alam terjadi di Sumatera Utara belakangan ini, seperti di Desa Lau Kecamatan Tanah Pinem (17/10/2024), kemudian banjir yang mengakibatkan 4 orang tewas di Desa Martelu Kecamatan Sibolangit. Pada hari yang sama, Kabupaten Tapanuli Selatan juga diterjang banjir yang mengakibatkan 2 orang tewas. Banjir tersebut berdampak pada tiga desa yang berada di Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola, yaitu Desa Siunjam Sipange, Desa Huta Padang, dan Desa Hurase. (EK)