Bencana Kian Masif di Sumut, Walhi Desak Keseriusan LPPPH dalam Menjaga Hutan

Korban akibat longsor di Sibolangit bertambah menjadi sembilan orang. Foto: Istimewa

IMAJI.CO.ID – Bencana alam di Sumatera Utara terus terjadi menjelang akhir tahun. Di antaranya Desa Lau Kecamatan Tanah Pinem (17/10/2024), kemudian banjir yang mengakibatkan 4 orang tewas di Desa Martelu Kecamatan Sibolangit. Pada hari yang sama, Kabupaten Tapanuli Selatan juga diterjang banjir yang mengakibatkan 2 orang tewas. Banjir tersebut berdampak pada tiga desa yang berada di Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola, yaitu Desa Siunjam Sipange, Desa Huta Padang, dan Desa Hurase.

“Walhi Sumut menilai bahwa bencana banjir dan tanah longsor yang terjadi berhubungan erat dengan kondisi hutan yang berada di sekitar lokasi bencana. Walhi Sumut juga menyoroti peristiwa banjir bandang yang menerjang kawasan objek wisata Sembahe. Pada peristiwa ini, ditemukan banyaknya potongan kayu yang terbawa arus sungai. Hal ini menunjukkan indikasi kuat bahwasannya perusakan hutan yang terjadi di hulu adalah hal yang nyata,” ujar Jaka Kelana selaku Maneger Advokasi dan Kampanye Walhi Sumut.

Pada peristiwa banjir yang terjadi di Tapanuli Selatan, Jaka juga mengatakan terdapat potongan kayu besar bercampur batu dan lumpur yang terbawa arus banjir. Kerusakan hutan di sekitar Kabupaten Dairi disebutnya harus mendapat atensi.

“Terbaru, bencana tanah longsor yang memakan korban jiwa melanda jalan Jamin Ginting, Sembahe, Kecamatan Sibolangit. Berdasarkan pantauan Walhi Sumut melalui citra satelit di hutan sekitar lokasi tanah longsor, yakni terpantau bahwasannya ada hutan yang kehilangan tutupan pohon mulai dari tahun 2020 sampai dengan 2023. Hal ini memperkuat indikasi bahwa telah terjadi kerusakan hutan di wilayah Sibolangit,” lanjut Jaka.

Ia mengatakan bahwa kerusakan hutan di Sumatera Utara khususnya di sekitar titik bencana yang terjadi tersebut harus segera diusut dan mendapat tindakan konkret dari instansi penegak hukum dan instansi lain yang berwenang dalam pelestarian hutan. Sumber daya hutan telah terbukti memberikan sumber penghidupan bagi semua, termasuk manfaat bagi lingkungan air, iklim, menjaga keseimbangan air permukaan dan air tanah, menjaga kesuburan lahan, pencegahan banjir, tanah longsor, dan menjaga habitat satwa liar.

Sebagai bentuk kesungguhan melindungi hutan di Indonesia, maka telah diterbitkan peraturan khusus yakni Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU PPPH).

“Bahkan Pada Pasal 54 UU PPPH telah mengatur secara khusus tentang Lembaga Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (LPPPH) yang terdiri dari unsur Kementerian Kehutanan, unsur Kepolisian RI, unsur Kejaksaan RI, dan unsur lain yang terkait. Apabila LPPPH bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan, maka seharusnya kerusakan hutan di Sumatera Utara dapat dicegah atau paling tidak diminimalisir,” bebernya.

Namun, dengan melihat masifnya kerusakan hutan di Sumatera Utara termasuk hutan pada ekosistem Batang Toru yang saat ini secara nyata terdapat berbagai kegiatan yang merusak hutan Batang Toru. Hal tersebut menunjukkan bahwasannya kondisi LPPPH sedang tidak baik-baik saja.

“Oleh sebab itu, patut bagi Walhi Sumut menuntut komitmen Presiden RI dalam melindungi kelestrian hutan di Indonesia khususnya Sumatera Utara dengan melakukan monitoring dan evaluasi mendalam terhadap LPPPH dan mendesak LPPPH untuk bekerja dan menjalankan tugasnya dengan sungguh-sungguh sesuai yang diamanat UU PPPH,” pungkasnya. (EK)

ADVERTISEMENT