IMAJI.CO.ID – Kesultanan Serdang merupakan salah satu kesultanan yang dahulu cukup eksis di wilayah Sumatera Timur. Kekuasaannya yang berada di sebagian Deli Serdang dan Serdang Bedagai menempatkannya sebagai kesultanan Melayu yang cukup tersohor, meskipun menurut catatan sejarah bahwa Kesultanan Serdang merupakan pecahan dari Kesultanan Deli yang saat itu tengah dilanda badai konflik internal.
Kesultanan yang dahulunya sempat berpusat di Rantau Panjang, Kecamatan Pantai Labu, ini telah berdiri sejak tahun 1723. Dan sudah mengalami setidaknya 5 roda kepemimpinan, mulai dari Sultan Umar Johan Alam Shah sampai Sultan Sulaiman Shariful Alam Shah.
Corak Melayu – Islam seolah tidak pernah lepas dari tubuh Kesultanan Serdang. Sampai saat ini pun, bekas peninggalannya masih berdiri kokoh baik di wilayah Rantau Panjang sampai Perbaungan. Termasuk 3 Masjid ikonik yang dahulunya didirikan oleh Sultan Basyaruddin dan Sultan Sulaiman. Bagi Imajiners yang gemar menyambangi tempat wisata berbasis religi, kalian wajib mendatangi 3 masjid peninggalan Sultan Serdang yang masih gagah berdiri. Terlebih, masjid-masjid itu tak terlepas dari semiotika dan corak etnis Melayu Deli.
Masjid Raya Basyaruddin di Rantau Panjang, pernah jadi benteng pertahanan menghadapi serangan Belanda
Dahulu Rantau Panjang sempat menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Serdang. Apalagi saat masa kepemimpinan Sultan Basyaruddin pada tahun 1854, pusat pemerintahan yang dahulu berada di Istana Kampung Besar dipindahkan ke Istana Darul Arif Rantau Panjang, Pantai Labu. Di tempat ini pula, Sultan Basyaruddin mendirikan sebuah Masjid Raya yang dijadikannya sebagai pusat syiar agama Islam sekaligus markas pertahanan terhadap serangan penjajah.

“Menurut sejarah yang pernah kami ketahui, Masjid Raya Sultan Basyarudin dulunya juga menjadi pusat pemerintahan yang ada di Kesultanan Serdang. Jadi masjid ini multifungsi. Selain sebagai tempat beribadah, juga digunakan Kesultanan Serdang sebagai tempat pertemuan antara pihak-pihak dari kesultanan dan masyarakat yang ada di sini. Pada bulan Oktober tahun 1865 masjid ini pernah menjadi markas perlawanan dan pertahanan ketika Belanda menyerang Kesultanan Serdang,” kata Syahnan selaku ketua BKM yang dipercaya Dewan Wazir Kesultanan Serdang untuk mengelola kegiatan Masjid Raya Sultan Basyarudin.
Pada situasi tertentu, khususnya saat Kesultanan Serdang mengalami situasi genting seperti saat dijajah musuh, Masjid Raya ini dulunya dibuat menjadi semacam tempat bermusyawarah sekaligus markas pertahanan. Selain itu, Masjid Raya ini juga sebagai tempat merencanakan pertemuan dalam membahas kelangsungan Kesultanan.
“Kondisi di sini dulu sering banjir, karena dibuat oleh penjajah sebuah parit yang menyebabkan banjir terus. Sultan juga tidak bisa bertahan di sini, jadi ditinggallah masjid Raya ini. Saat Indonesia berhasil merdeka dan Kesultanan Serdang menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, masjid raya ini mulai diambil alih oleh negara dan ditetapkan sebagai aset Kesultanan Serdang,” lanjut Syahnan.
Berdasarkan catatan Kesultanan Serdang, Masjid Raya Sultan Basyarudin didirikan pada tahun 1854. Usia masjid ini bahkan lebih tua dari Masjid Raya Al Mahsun yang berada di pusat kota Medan, dekat Istana Maimun.
“Kami BKM masjid di bawah naungan Dewan Kenaziran Sultan Serdang. Kami juga memiliki tugas membuat kegiatan dan menjaga masjid ini yang merupakan aset Kesultanan Serdang yang begitu ikonik. Perlu bantuan anak muda juga dalam mendukung kemakmuran kegiatan masjid. Apalagi kita tahu bahwa masjid ini merupakan salah satu masjid tua di Sumatra Utara selain Masjid Al Osmani di Medan Labuhan,” pungkasnya.
Masjid Sulaimaniyah Pantai Cermin, Punya Loteng yang Dahulu Digunakan sebagai Tempat Diskusi Para Wazir
Sesuai namanya, Masjid Sulaimaniyah yang berada di Pantai Cermin didirikan pada masa kepemimpinan Sultan Sulaiman. Masjid ini juga memiliki peranan tersendiri dalam penyebaran agama Islam di wilayah Pantai Cermin.
Sultan Sulaiman sendiri berdasarkan catatan Kenaziran lahir di Rantau Panjang, 19 Januari 1865. Ia merupakan putra tunggal dari Sultan Basyarudin dan Cik Rata atau kira-kira 8 bulan sebelum tentara Militaire Expeditie Tegen Serdang en Asahan dari Batavia menghancurkan Rantau Panjang.

Pada tanggal 29 Juli 1889 Sultan Sulaiman membuka pekan Simpang tiga-Perbaungan (Bandar Setia) dan mendirikan istana Darul Arif di Kraton Kota Galuh. Di tahun-tahun berikutnya (1894) ibukota Kesultanan Serdang dipindahkan dari Rantau Panjang ke Kraton kota Galuh Perbaungan serta didirikanlah masjid raya Sulaimaniyah. Pada tahun 1901 masjid ini dibangun secara permanen, ada yang berada di Kota Perbaungan dan ada di Kecamatan Pantai Cermin.
“Masjid Raya Sulaimaniyah di Pantai Cermin ini tanahnya diwakafkan dan didirikan atas permintaan jamaah kedatukan Pantai Cermin oleh Sultan Serdang, Tuanku Sulaiman Shariful Alamshah pada tahun 1901. Karena memang Dewan Kenaziran ingin mempertahankan bentuk asli masjid ini. Ornamen tidak banyak diubah, setiap kali mau dicat atau diperbaiki harus melalui persetujuan Dewan Nazir,” kata Nurdin selaku pengurus BKM yang dipercaya Kenaziran Kesultanan Serdang.
Renovasi Masjid Sulaimaniyah yang berada di Pantai Cermin untuk pertama kalinya diadakan pada tahun 1976 dan kemudian dimulai lagi sejak tahun 2007. Di prasasti Masjid Sulaimaniyah Pantai Cermin, termaktub jelas setelah masjid didirikan ditunjuklah Baginda Datuk Godang selaku kuasa Nazir. Kemudian oleh Dewan Nazir wakaf Sultan Serdang ditunjuk Tuan H. Karimmudin, dan sejak 1996 kuasa Nazir dipegang oleh Tuan Wan Adam Nuch Alhaj.
“Masjid ini menjadi sentral penyebaran Islam di wilayah Pantai Cermin. Sekarang kami rutin mengadakan pengajian setiap malam Kamis untuk laki-laki dan perempuan. Ada salat nifsu syaban, salat sunah tasbih, mengundang anak yatim, tabligh akbar, kultum subuh, tarawih, tadarus, bahkan iktikaf pada bulan Ramadhan. Tidak hanya itu, di loteng Masjid ada ruangan pertemuan zaman dulu. Pertemuan para wazir untuk berdiskusi,” kata Nurdin.
Di mana di dalam ruangan tersebut, didominasi oleh bahan bangunan berupa kayu. Dengan lebar 4×4 meter, ruangan ini dikelilingi oleh bangku panjang. Di sini disebut Nurdin para Wazir dahulu mendiskusikan apa saja.
Masjid Sulaimaniyah di Kota Perbaungan, Terdapat Makam Sultan Sulaiman dan Petinggi Kesultanan yang Lain
Selain Masjid Sulaimaniyah yang berada di Pantai Cermin, Sultan Sulaiman juga membangun Masjid Sulaimaniyah di pusat pemerintahan Kesultanan Serdang dahulu saat berada di Kota Perbaungan. Jika dibandingkan dengan Masjid yang berada di Pantai Cermin dan Rantau Panjang, Masjid Sulaimaniyah Perbaungan kawasannya jauh lebih besar.
Berdasarkan catatan Kenaziran, masjid ini berdiri kokoh dan memiliki luas bangunan sekitar 40×100 meter persegi. Di mana tepat di sisi masjid, ada komplek pemakaman keturunan Sultan Serdang. Salah satunya adalah Sultan Sulaiman yang makamnya berdiri cantik dan kokoh.
Tahun 1939 Sultan Serdang telah mentauliahkan Kenaziran masjid ini dan semua wakaf Sultan Serdang kepada Ketua Majelis Syar’i Kerajaan Serdang. Renovasi perdana berupa kubah mahligai, keramik bagian dalam, dan dekorasi interior, serta bilik toilet yang diadakan tahun 2004.

Di Masjid ini, Imajiners bisa membaca catatan-catatan sejarah tentang Kesultanan Serdang era kepemimpinan Sultan Sulaiman. Termasuk betapa militannya putra Sultan Basyaruddin itu melawan penjajahan. Bahkan Kesultanan yang dipimpinnya juga memiliki sistem tata kelola pemerintahan yang baik pada zamannya.
Terlebih ada monumen di masjid ini yang mencatatkan apresiasi kepada Sultan Sulaiman, khususnya strategi dari politik pembangkangan yang bertujuan menyejahterakan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Serdang dalam upaya pengentasan, seperti membuka perkebunan kelapa dan kopi milik kerajaan, membuka areal persawahan sehingga Serdang tidak bergantung pada impor beras, dan membangun Serdang Kanal dalam upaya pencegahan banjir.
Tidak sampai di situ, di monumen masjid ini juga ada menyinggung tentang bagaimana Kesultanan Serdang mampu mendirikan sekolah gratis dan membangun rumah sakit umum kerajaan. Juga betapa cakap Sultan Sulaiman membentuk makyong Serdang tahun 1898, seni bela diri Taram dan Lintau, senam Serdang, hingga ronggeng istana.
Di masjid ini, Imajiners juga bisa melihat isi dari telegram yang dikirim Sultan Sulaiman kepada Presiden Soekarno. Di mana ia menyebutkan “bahwa kerajaan Serdang dan seluruh daerah takluknya hanya mengakui kekuasaan pemerintah NRI dan dengan segala kekuatan akan mendukung NRI.” (EK)