IMAJI.CO.ID — Jelang 22 hari lagi pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2024, Badan Pengawas Pemilu Provinsi Sumatera Utara mencatat sudah terjadi 36 pelanggaran di sejumlah kabupaten dan kota.
Berdasarkan 36 pelanggaran tersebut, Bawaslu Sumut merincikan paling dominan terjadi soal kode etik penyelenggara dan daerah paling tinggi atas pelanggaran ini adalah Kabupaten Nias Selatan (Nisel).
“Pelanggaran kode etik mendominasi dengan 19 kasus, disusul oleh pelanggaran administrasi sebanyak tujuh kasus, dan tujuh kasus lainnya berkaitan dengan pelanggaran hukum,” kata Anggota Bawaslu Sumut, Saut Boangmanalu menjawab wartawan, Selasa (5/11).
Ia menyebutkan dari 36 kasus itu dirincikan sebanyak 2 pelanggaran ditemukan di Kabupaten Gunung Sitoli, sebanyak 1 pelanggaran ditemukan di Kabupaten Asahan, Kabupaten Deli Serdang sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Nisel sebanyak 14, Kabupaten Nias utara sebanyak 2, Kabupaten Nias Barat sebanyak 2, Kabupaten Simalungun sebanyak 3, Kabupaten Tapanuli Selatan sebanyak 1, Kabupaten Tapanuli Tengah sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Tapanuli Utara sebanyak 1 pelanggaran, Kabupaten Padang Lawas sebanyak 3 pelanggaran, dan Kabupaten Labuhan Batu Selatan sebanyak 1 pelanggaran.
“Pelanggaran yang ditemukan merupakan tantangan besar dalam mewujudkan Pilkada yang bersih di tengah tingginya angka pelanggaran yang bervariasi ini,” kata Saut Boangmanalu.
Ia juga menjelaskan kasus pelanggaran kode etik termasuk penyimpangan perilaku oleh petugas Pemilu, menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada integritas penyelenggaraan pemilihan.
“Pelanggaran kode etik ini bukan hanya masalah teknis, tetapi menyangkut kepercayaan publik. Oleh karena itu kami tidak segan menindak tegas jika terbukti melanggar,” tegas Saut.
Mengenai pelanggaran administrasi meliputi pelanggaran prosedural dalam kampanye seperti pemasangan atribut di tempat yang tidak diizinkan. Sedangkan pelanggaran hukum mencakup dugaan tindakan pidana yang bisa berujung pada proses hukum lebih lanjut.
“Kami berupaya meningkatkan pengawasan, terutama menjelang Pilkada Serentak 2024. Kolaborasi dengan organisasi masyarakat, organisasi kepemudaan, ataupun media untuk melaporkan indikasi pelanggaran juga menjadi strategi penting dalam memastikan Pemilu 2024 berjalan dengan lebih adil dan transparan di Sumatera Utara,” ujar kordiv Humas Datin Bawaslu Sumut ini.
“Kami berkomitmen untuk terus mengawasi jalannya Pemilu, mengingat peran pengawasan yang efektif sangat dibutuhkan dalam menjaga kualitas dan kejujuran proses pemilihan di Sumut”.
Komisi Masyarakat Peduli Demokrasi Sumut, Mikhael Zonasuki Simatupang, mengapresiasi langkah Bawaslu Sumut dalam mengidentifikasi dan menindak pelanggaran secara transparan. Menurut Mikhael, temuan ini mencerminkan pentingnya pengawasan intensif untuk memastikan integritas proses demokrasi.
“Dominasi pelanggaran kode etik ini menjadi sinyal ada masalah fundamental pada perilaku aktor-aktor politik dan petugas pemilu di lapangan. Kode etik adalah pondasi untuk menjaga kepercayaan publik, dan harus ditegakkan dengan tegas,” ujar Suki, sapaan akrab Mikhael Zonasuki.
Suki menekankan penegakan hukum dalam Pemilu bukan hanya soal menang atau kalah dalam kontestasi, tetapi menjaga etika dalam berdemokrasi.
“Dengan meningkatnya pelanggaran kode etik ini, kami berharap semua pihak yang terlibat dalam Pilkada 2024 dapat mematuhi aturan dan menghormati proses yang ada,” pungkasnya. (GOB)