Mengenal Kede Buku Obelia, Penerbit Indie yang Aktif Helat Diskusi Sastra di Kota Medan

Diskusi sastra di Kede Buku Obelia (Obelia Publisher).

IMAJI.CO.ID – Penerbit indie di kota Medan sangat jarang ditemukan. Ekspansinya juga tidak semasif yang ada di Yogyakarta atau kota-kota besar lain di pulau Jawa.

Peranan penerbit indie dalam kesusastraan memiliki ruangnya tersendiri. Selain aktif mencetak buku-buku sastra, sebagian penerbit indie juga aktif menghelat diskusi-diskusi yang komprehensif. Tak jarang pula mereka mengundang sastrawan yang namanya telah malang-melintang.

Kede Buku Obelia. Foto: Eko/IMAJI

Di Kota Medan ada penerbit indie yang sampai saat ini masih aktif menerbitkan buku hingga menghelat diskusi-diskusi atraktif. Semata hal tersebut juga merupakan ikhtiar mereka membangkitkan animo bersastra.

Penerbit indie ini dinamakan Kede Buku Obelia (Obelia Publisher). Telah banyak diskusi-diskusi sastra yang mereka helat tiap bulannya. Nama-nama yang eksis di jagad sastra kota Medan seperti Hasan Al Banna, Juhendri, Eka Dalanta, hingga pegiat sastra yang lain kerap nongkrong di tempat ini.

Penerbit ini didirikan oleh 2 orang anak muda bernama Alda Muhsi dan Sartika Sari. Mereka mulai berani mendirikan penerbitan karena terinspirasi dari begitu progresif dan masifnya penerbitan indie di Yogyakarta.

“Berbekal pengalaman di Jogja tentang produksi, biaya, dan ilmu seputar penerbitan, kami berpikir kenapa kami gak mulai membuat penerbitan indie di Medan? Mengingat di kota ini sedikit sekali ada penerbit indie apalagi yang khusus sastra,” kata Alda selaku salah satu founder Kede Buku Obelia.

Ia melanjutkan bahwa Kede Buku Obelia ingin memiliki identitas sendiri untuk dikenal masyarakat kota Medan sebagai penerbit indie yang menyediakan banyak buku sastra. “Malim Pesong”, “Celakalah Orang-orang yang Jatuh Cinta”, “Kopi dan Kepo”, “Mewariskan Lalat”, dan “Bandiet Bandiet van Siantar” adalah buku-buku karya anak Medan yang beberapa kali nangkring sebagai buku terlaris di penerbitan ini.

“Tujuan Kede Buku Obelia saya rasa jelas, ya. Di mana kami ingin memudahkan teman-teman untuk membaca buku, menerbitkan, atau membeli buku di Medan saja. Tanpa repot-repot lagi mencari buku yang diinginkan yang ada di Yogya. Logikanya pasti kita lebih nyaman datang ke penerbit yang dekat, kan? Kenapa kita gak buat di Medan saja?” bebernya.

Penerbit indie bagi Alda punya lini penjualannya sendiri. Apalagi buku-buku yang dicetak penerbit indie tidak bisa kita temukan di Toko Gramedia.

“Kalau kita orang Medan mau baca buku-buku di penerbit indie yang bagus, biasanya mengeluarkan ongkir. Namun kami menggagas Kede Buku Obelia untuk mewadahi kebutuhan-kebutuhan bahan bacaan yang diinginkan itu. Sampai sekarang, kami sudah menerbitkan sekitar 200 buku lebih, dan insyaAllah akan terus bertambah,” jelas Alda.

Selain menyuguhkan buku-buku sastra, Kede Buku Obelia uniknya juga aktif menghelat berbagai macam diskusi bedah buku. Program yang sering dihelat mereka adalah “Ngobril Buku” dan “Cakap Asyik”.

“Salah satu yang mendorong saya menggagas kedai buku adalah program Ngobrol Buku. Ini, kan, istilahnya untuk memantik para pembaca agar tertarik dengan buku apa yang tengah dibahas. Yang mana untuk bisa mendapatkan buku itu pasti harus membelinya. Di program ini kita membicarakan apapun yang memantik perhatian masyarakat. Kita sering mengundang kritikus yang benar-benar menguasai bidangnya. Selain itu kita mengundang akademisi juga,” lanjut Alda.

Mengumpulkan anak-anak muda yang memiliki ketertarikan kepada buku merupakan suatu daya tarik tersendiri. Tentunya ide-ide yang mekar di kepala sangat seru jika diwujudkan dalam sebuah diskusi.

“Dialektika dan diskusi seperti ini lah yang ingin ditimbulkan. Bagaimana kita menimbulkan tafsir, sudut pandang yang unik, dan pemahaman lain. Kami ingin mengumpulkan orang-orang yang memiliki hobi dan gairah membaca yang sama,” pungkasnya. (EK)

ADVERTISEMENT