Melihat Pesona Air Terjun Mata Kucing, Dipercaya Bersinar Pada Malam Hari

Keindahan alam air terjun mata kucing. Foto:Eko/IMAJI

IMAJI.CO.ID – Bicara potensi pariwisata di Sumatera Utara, khususnya Deli Serdang seolah tiada habisnya. Bahkan objek wisata di Deli Serdang pernah mendapat rangking 75 besar Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) seperti Desa Wisata Kampung Lama.

Namun, di tengah berbagai macam penganugerahan yang tersemat, ada sejumlah tempat yang kurang eksis. Padahal, potensi wisata di tempat tersebut sangat mengagumkan.

Di perbatasan Deli Serdang dengan Kabupaten Simalungun ini misalnya, ada wisata kurang eksis namun menyuguhkan bentang alam yang sangat indah bernama Wisata Alam Pohon Damai Simempar.

Di sana Imajiners bisa merasakan suguhan yang lengkap, bisa piknik, camping, mandi sungai, trekking, mengamati satwa, hingga menikmati 3 air terjun sekaligus! Meskipun aksesnya belum memadai, namun lelah Imajiners di perjalanan akan terbayarkan setelah melihat keindahan dan merasakan kesegaran ke air terjun, khususnya air terjun mata kucing.

“Wisata Alam Pohon Damai Simempar cocok untuk anak-anak muda yang suka trekking. Di sini ada 3 air terjun yang tentu cakep-cakep. Untuk sampai ke air terjun paling atas, kita bisa trekking selama 2 jam,” ujar Heri selaku wisatawan asal Medan.

Dalam melakukan trekking selama kurang lebih 2 jam, Imajiners akan disuguhkan rimbunnya hutan dengan pohon-pohon pinus yang sangat besar. Bak dibawa ke pedalaman hutan hujan yang minim jangkauan manusia, suasana di tempat ini memang masih sangat asri.

“Disarankan kalau mau ke sini harus memakai perlengkapan yang lengkap seperti sepatu khusus trekking dan bila perlu bawa air minum secukupnya. Karena perjalanan yang ditempuh bisa mencapai 2-3 jam. Artinya, kalau digabung trekking pulang-pergi bisa memakan waktu 4-6 jam,” seru Heri.

Wisata Alam Pohon Damai Simempar tidak begitu jauh jika ditempuh dari Lubuk Pakam. Kalian bisa sampai ke tempat tersebut sekitar 3 jam saja. Rute yang dapat dilalui adalah Lubuk Pakam – Pertumbukan – Bangun Purba – Silinda – Gunung Meriah – Gunung Paribuan.

Saat tiba di lokasi pun, pengunjung hanya membayar retribusi sebesar Rp10 ribu untuk bisa menikmati keindahan alam. Namun untuk trekking menuju ke 3 air terjunnya, Imajiners bisa menyewa jasa penduduk lokal sebagai tour guide dan mendiskusikan harga yang sesuai. Biasanya sekitar Rp250 ribu untuk satu kelompok.

Heri tak urung menyampaikan bahwa ada satu tradisi lisan di tempat ini yang menjadi kepercayaan masyarakat lokal. Di mana ternyata air terjun yang diberi nama “air terjun mata kucing” airnya bisa menyala pada malam hari. Ya, layaknya mata kucing yang memiliki struktur tapetum lucidum.

Konon, beberapa masyarakat lokal saat itu pernah melakukan trekking pada malam hari. Di perjalanan, mereka terkejut ketika melihat genangan air yang berada di air terjun mata kucing bisa menyala, seolah mampu memantulkan cahaya dari rembulan. Cerita inilah yang selalu dituturkan saat pengunjung datang ke tempat ini. Eit, namun tak perlu khawatir. Kita masih bisa menyambanginya, kok.

“Kata penduduk sekitar, air terjun kedua ini pada malam hari bisa bercahaya seperti mata kucing. Di bawah air terjun Mata Kucing ada sebuah genangan yang mirip seperti kolam. Airnya berwarna biru pekat. Di sini masyarakat lokal selalu mewanti-wanti agar pengunjung tak berenang. Sebab selain air terjunnya dikeramatkan, airnya juga begitu dalam. Tapi jangan khawatir, kalau mau berenang pengunjung boleh menikmatinya di air terjun pertama dan terakhir,” bebernya.

Kesan astral dan seramnya hutan memang terasa menyeruak. Namun tak perlu khawatir, selagi pengunjung dapat menjaga perilakunya dan menghormati aturan konservasi di tempat itu, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa. Terlebih jika kita didampingi oleh masyarakat lokal.

“Tempat ini memiliki aturan konservasi yang ketat. Pengelola memegang kepercayaan penduduk setempat jika di sini mistis dan ada penjaganya. Jangan sampai meninggalkan sebiji sampah pun, jika ketinggalan kita disuruh trekking kembali untuk memungutnya. Jaga pula adab dan perilaku. Kita tidak tahu hal-hal apa yang bisa terjadi saat berada di pedalaman hutan,” pungkas Heri.

ADVERTISEMENT